kemampuan penalaran dan pemecahan masalah

PENGEMBANGAN KEMAMPUAN PENALARAN
DAN PEMECAHAN MASALAH

1. Berpikir Logis dan Penalaran
Kemampuan menggunakan penalaran dan memecahkan masalah sangat penting dalam kehidupan. Berpikir merupakan suatu proses mental dalam membuat reaksi, baik terhadap benda, tempat, orang, maupun kejadian atau peristiwa. Kemampuan berpikir banyak ditunjang oleh faktor latihan. Orang yang sering menghadapi berbagai persoalan, kemudian memikirkan dan menemukan pemecahan akan mempunyai kemampuan berpikir secara lebih baik. Ibarat sebuah pisau, kalau diasah akan menjadi tajam. Demikian pula halnya berpikir. Jika dapat memecahkan masalah yang pelik-pelik, maka dapatlah dipecahkan masalah yang kadar kepelikannya sama atau lebih rendah. Jika hal ini dilatih secara terus menerus dapatlah dimiliki kemampuan berpikir yang tajam.
Secara garis besar kemampuan berpikir itu ada dua macam. Kemampuan berpikir recall dan imaginative. Jika kita berpikir tentang sesuatu obyek yang ada atau terjadi, seperti tentang tempat, benda, manusia, peristiwa atau kejadian yang betul-betul terjadi, kemampuan berpikir semacam ini dapat dikatakan sebagai berpikir recall (recall thinking). Tetapi sebagai seorang ilmuwan atau calon ilmuwan kemampuan berpikir yang dituntut bukan semata-mata recall, melainkan juga harus mampu memikirkan hal kejadian atau peristiwa yang belum terjadi. Di sini kita memperkirakan bentuk obyek atau kejadian yang akan terjadi dalam imajinasi (khayal). Kemampuan semacam ini disebut dengan kemampuan berpikir imajinatif (imaginative thinking).
Kemampuan berpikir imajinatif bukan hanya sekedar membuat "khayalan" semata-mata. Tetapi menuntut kemampuan melihat hubungan sebab-akibat (causal-effect relationship). Jika dihadapkan kepada suatu gejala atau fenomena tertentu, maka dicarilah sebab yang menimbulkannya. Dia bertanya kepada diri sendiri, mengapa demikian, apa sebabnya, apayang menjadi latar belakang, dan sebagainya. Bahkan jikamenjumpai sesuatu penyebab, dia memikirkan dan memperkirakan dalam imajinasi tentang apa yang akan terjadi -apa akibatnya.
Jadi kemampuan berpikir imajinatif itu selalu menggunakan sistematika tertentu. Kemampuan berpikir semacam ini haruslah didukung oleh "logika" yang kuat, terutama dalam menarik kesimpulan atau generalisasi dari adanya hubungan sebab akibat tersebut. Berpikir semacam itu dapat disebut sebagai "berpikir logis". Sedangkan kemampuan berpikir logis menarik kesimpulan dari adanya suatu hubungan sebab akibat inilah yang dikatakan sebagai penalaran.
Kendall dan Marzano (Depdiknas, 2004:16) mengemukakan ada lima kemampuan berpikir dan penalaran pada diri siswa, yaitu:
a. Memahami dan menggunakan prinsip dasar menyampaikan argumen.
b. Memahami dan menggunakan prinsip dasar logika dan penalaran.
c. Menggunakan proses mental secara efektif berdasarkan pada pengenalan kesamaan dan perbedaan.
d. Memahami dan menggunakan prinsip dasar pengujian hipotesis dan penemuan saintifik.
e. Menggunakan teknik pengambilan keputusan.
Kemampuan berpikir siswa berdasarkan tingkatannya adalah memahami dan menerapkan konsep yang ada dalam suatu matapelajaran. Kategori yang rendah adalah memahami sedangkan yang tinggi adalah menerapkan dalam berbagai situasi. Untuk mencapai kemampuan yang lebih tinggi, siswa harus melalui tingkat berpikir di bawahnya terlebihdahulu.
2. Tingkat Berpikir Siswa
Dalam tingkat berpikir siswa yang dikaitkan dengan karakteristik mata pelajaran, maka pengetahuan dapat dikategorikan menjadi dua yaitu deklaratif dan prosedural (Depdiknas, 2004:30).
a. Pengetahuan Deklaratif.
Pengetahuan deklaratif dinyatakan sebagai informasi (declare) dan biasanya mempelajari suatu konsep, prinsip, generalisasi, informasi dan fakta-fakta. Pengetahuan deklaratif bersifat hirarki dengan yang paling dasar adalah perbendaharaan kata dan yang paling umum adalah konsep. Misalnya, pengetahuan tentang konsep suara, bunyi, atau cahaya dalam mata pelajaran Sains/IPA. Pengetahuan deklaratif ini penting untuk memahami perbedaan tipe material atau obyek. Beberapa istilah dari pengetahuan deklaratif adalah:
1) Fakta: menyampaikan informasi yang spesifik tentang benda, orang, tempat, peristiwa.
2) Urutan waktu: urutan terjadinya peristiwa.
3) Urutan sebab akibat: peristiwa yang memberikan hasil.
4) Episode: peristiwa spesifik yang mempunyai setting, pelaku, waktu, urutan kejadian, dan sebab akibat khusus.
5) Generalisasi: pemberlakukan secara umum dari hal-hal yang bersifat khusus.
6) Konsep: cara berpikir yang paling umum tentang pengetahuan.
7) Prinsip: jenis generalisasi yang bersifat khusus yang menggambarkan hubungan antara beberapa konsep.
b. Pengetahuan Prosedural
Pengetahuan prosedural berisi keterampilan proses yang menuntut siswa untuk mampu menerapkan konsep-konsep yang ada dalam suatu matapelajaran. Jadi menuntut tingkat berpikir siswa yang lebih tinggi dibandingkana dengan pengetahuan deklaratif, karena berkaitan dengan proses, strategi, aplikasi, dan keterampilan. Pengetahuan prosedural melibatkan proses klasifikasi, melibatkan pengembangan rencana, dan diperlukan dalam penulisan laporan penelitian/karya ilmiah.
Berdasarkan uraian di atas, dapatlah dipahami, bahwa antara berpikir logis dan penalaran mempunyai kaitan yang sangat erat. Hal ini merupakan dua hal yang sangat penting untuk dimiliki oleh setiap ilmuwan, bahkan oleh siswa sebagai calonilmuwan,
3. Penalaran dan Pemecahan Masalah
Masalah pada dasarnya merupakan suatu hambatan atau rintangan yang harus disingkirkan, atau pertanyaan yang harus dijawab atau dipecahkan. Masalah diartikan pula sebagai kesenjangan antara kenyataan dan apa yang seharusnya. Situasi yang mencerminkan adanya kesenjangan itu disebut dengan situasi problematis. Dalam rangka pengenalan terhadap situasi problematis itu, upaya yang dapat dilakukan adalah mengenali terlebih dahulu berbagai fakta yang ada, terutama yang terkait dengan munculnya situasi problematis tadi. Berpijakpada fakta tersebut, selanjutnya direnungkan atau dipikirkan bagaimana seharusnya situasi itu, dengan cara mencari penjelasan, baik berdasarkan sesuatu teori ilmiah tertentu, asumsi-asumsi yang diturunkan dari suatu teori, atau konsep-konsep yang didapat dari berbagai bahan pustaka terkait, baik berbentuk buku, majalah, jurnal, maupun laporan hasil penelitian. Dari pemikiran ini dapat dimunculkan deskripsi yang jelas tentang masalah yang dihadapi, serta rumusan masalah umumnya. Dalam segala aspek kehidupan dapat dijumpai berbagai masalah. Oleh karena itu, setiap orang tidak pernah luput dari menghadapi masalah. Hal ini tentu menuntut kemampuan untuk memecahkannya, antara lain melalui metode coba-coba atau yang dikenal dengan istilah trial and error method.
Trial and error dilakukan dengan mencari kemungkinan pemecahan masalah terhadap suatu persoalan, dengan jalan mencoba satu persatu kemungkinan yang dianggap dapat digunakan untuk memecahkan masalah tersebut. Jika ternyata suatu kemungkinan yang digunakan itu gagal, maka digunakan kemungkinan lain, dan jika hal itu pun gagal, maka diganti dengan yang lain lagi, dan seterusnya sampai masalah itu dapat dipecahkan. Itulah sebabnya, maka cara semacam ini disebut dengan cara atau metode trial (coba-coba) and error (dan gagal/salah) atau metode coba-coba.
Untuk jangka waktu yang cukup lama cara ini digunakan dalam menemukan pemecahan terhadap bebagai masalah, bahkan sampai sekarang pun masih banyak pula orang yang menggunakannya, terutama mereka yang tidak mengerti atau tidak mengetahui suatu cara tertentu dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Coba-coba ini banyak jasanya, terutama dalam meletakkan dasar-dasar menemukan teori-teori dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan. Di samping itu pengalaman yang diperoleh melalui cara ini banyak membantu perkembangan berpikir dan budaya manusia ke arah yanglebihbaik.
Jika cara-cara ini memberikan hasil maka hal ini memberi pengalaman berharga kepada orang yang bersangkutan. Berdasarkan pengalaman ini orang mengulangi kembaii pengalaman yang diperoleh untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Apabila berdasarkan pengalaman menunjukkan bahwa sesuatu permasalahan dapat dipecahkan dengan cara tertentu, maka cara tersebut diulangi kembaii untuk memecahkan masalah serupa yang dihadapi pada kali lain. Sebaliknya, jika ternyata dengan sesuatu cara yang digunakan seseorang gagal dalam memecahkan sesuatu permasalahan, maka pengalaman digunakan untuk menghadapi permasalahan yang serupa, dan berusaha untuk mencari cara lain yang dapat digunakan ataupun memperbaiki cara atau kemampuan memecahkan masalah tersebut.
Kemampuan seseorang dalam mengidentifikasi/mengenal masalah, apalagi memecahkannya itu berbeda-beda. Kemampuan ini banyak sekali ditunjang oleh latar belakang akademis, seperti spesialisasi keahlian, banyaknya membaca atau studi pustaka, program pendidikan yang ditempuh, menganalisis suatu bidang, ataupun karena memberi perhatian khusus terhadap praktek kehidupan. Namun demikian tidak semua faktor yang disebutkan itu selalu menyebabkan seseorang mempunyai kemampuan dalam memecahkan masalah. Kemampuan ini akan muncul terutama jika yang bersangkutan terbiasa atau terlatih dalam hal itu.
Sesuatu masalah ada yang bersifat sederhana dan ada pula yang bersifat rumit (kompleks). Masalah sederhana dipecahkan dengan cara yang sederhana, masalah yang rumit tentu dipecahkan dengan cara yang rumit pula. Bagi seseorang yang mampu dan terbiasa menangani/ memecahkan masalah yang rumit, pada umumnya tidak pernah mempersoalkan rumit tidaknya masalah yang dihadapi. Baginya yang penting adalah bahwa masalah itu harus dipecahkan. Berbeda halnya dengan orang yang tidak terbiasa menghadapi masalah rumit, jika dihadapkan kepada hal itu tentu akan dirasakan sebagai sesuatu yang memberatkan. Bahkan mungkin tidak mampu memecahkannya.
Kemampuan dalam memecahkan masalah banyak ditunjang oleh kemampuan menggunakan penalaran, yaitu kemampuan dalam melihat hubungan sebab akibat. Kenyataan ini memang demikian adanya. Namun seringkali terjadi seseorang mempunyai kemampuan penalaran cukup baik, tetapi gagal dalam memecahkan suatu permasalahan. Hal ini disebabkan orang yang bersangkutan memilih langkah-langkah yang salah. Langkah-langkah dalam pemecahan masalah merupakan sesuatu yang dapat menuntun ke arah penyelesaian yang tepat. Oleh karena itu, penting pula dipahami hal tersebut.
John Dewey dalam buku How We Think (1910) mengemukakan langkah-langtefe dalam pemecahan masalah atau problem solving sebagai berikut:
a. Merasakan adanya kesulitan atau masalah yang menuntut pemecahan.
Siswa dihadapkan pada suatu masalah dengan maksud agar merasakan atau menyadari adanya masalah. Proses merasakan atau penyadaran ini dianggap penting sebab suatu masalah dalam kehidupan siswa belum tentu disadari sebagai masalah, sehingga siswa tidak mempunyai motivasi untuk memecahkannya. Cara yang bisa ditempuh untuk menghadapkan siswa pada masalah antara lain:
1) Menggali pengalaman pendahuluan siswa yang pernah dialami dalam kehidupannya. Caranya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan selengkap mungkin kepada siswa dikaitkan dengan informasi yang diperlukan mengenai masalah yang akan dipecahkan.
2) Siswa dirangsang untuk mengungkapkan pendapatnya, diberi kesempatan mengemukakan fakta-fakta, tanggapan, dan penafsiran suatu masalah hasil pengamatannya dalam kehidupan sehari-hari. Pendapat seorang siswa dibenturkan atau didiskusikan dengan pendapat siswa lainnya sehingga mereka merasakan adanya masalah.
b. Merumuskan dan membatasi masalah sebagai dasar untuk mencari fakta dalam upaya menemukan pemecahannya.
Siswa setelah menyadari adanya masalah harus dirangsang untuk menelaah masalah itu agar mendapat gambaran yang luas dan terpadu tentang suatu masalah. Kemudian mengidentifikasi dan menguraikan menjadi masalah yang lebih khusus. Siswa harus mampu merumuskan dengan singkat dan tepat apa sebenarnya masalahnya. Hal ini merupakan latihan berpikir tepat, tegas, dan kreatif yang sangat berguna.
c. Mengajukan suatu rumusan kesimpulan sementara terhadap pemecahan masalah (hipotesis) yang akan diuji kebenaran berdasarkan fakta atau argumentasi (alasan-alasan) yang nalar.
Langkah ini merupakan pengajuan kemungkinan-kemungkinan pemecahan masalah. Siswa melakukan kerja sama dan komunikasi dengan guru dan siswa lainnya untuk mengemukakan pendapatnya tentang pemecahan masalah yang mungkin dilakukannya. Cara-cara pemecahan masalah yang dikemukakan harus disertai alasan-alasan yang kuat dan tepat. Siswa menelusuri kemungkinan-kemungkinan untuk bertindak mencari pemecahan masalah sebaik-baiknya.
d. Menguji hipotesis yang diajukan dengan suatu bukti yang dapat menjadi dasar untuk menolak atau menerima kebenaran hipotesis yang dibuat.
Hipotesis yang diajukan siswa diuji dengan cara mencari bukti yang dapat menguatkan atau menolak kebenaran hipotesis tersebut. Pengujian kebenaran ini berarti mengetes perumusan hipotesis yang diajukan dengan pengamatan kenyataan sebenarnya atau lewat percobaan-percobaan yang dilakukan siswa.
e. Merumuskan kesimpulan dari hasil pengujian hipotesis.
Dengan langkah-langkah pemecahan masalah ini, proses pembelajaran di kelas dapat membiasakan siswa menghadapi dan memecahkan masalah secara terampil dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Di samping itu, juga merangsang kemampuan berpikir siswa secara kreatif karena dalam proses pembelajaran siswa banyak melakukan proses mental dengan menyoroti permasalahan dari berbagai segi dalam mencari pemecahannya.
Pemberian pengalaman belajar secara langsung sangat ditekankan melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ihniah dengan tujuan untuk memahami konsep-konsep dan mampu memecahkan masalah. Agar mampu bekerja secara ilmiah, para siswa perlu mengembangkan sikap-sikap seperti rasa ingin tahu, jujur, mau bekerja serta bekerja sama, saling menerima dan memberi, keterbukaan pikiran dan kritis, tekun dan tidak mudah menyerah.
Berdasarkan langkah yang dikembangkan oleh John Dewey dapatlah diamati beberapa aspek penting yang tercakup dalam langkah pemecahan masalah tersebut yaitu:
1)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KALENDER PENDIDIKAN

PROLOG API UNGGUN